Rabu, 02 Juni 2010

RINDUKU BUKAN RINDU BIASA

Layaknya induk elang yang kembali sebelum senja setelah pagi meninggalkan sarang karena rindu kepada sang anak, begitupun pada manusia, rindu akan kampung halaman setelah lama merantau adalah suatu keniscayaan. Rasa rindu terhadap kampung halaman akan semakin besar ketika berpadu dengan rasa ingin tahu terhadap perubahan apa saja yang sudah terjadi di daerah asal yang kita tinggalkan. Rindu akan kampung halaman tempat kita dibesarkan adalah tanda kecintaan kita. Merupakan sifat alami pada manusia memiliki kerinduan terhadap tanah kelahiran. Terlebih bagi seorang mahasiswa perantau, menaru kerinduan terhadap hiruk pikuk kampung halaman, rindu sawah yang hijau, lapangan sepak bola tempat bermain waktu kecil, rindu suasana SD asal, SMP, SMA, serta rindu adik kakak dan orang tua merupakan hal yang sangat manusiawi.
“Aku rindu padamu”. Begitu ungkapan sang suami pada istrinya setelah lama tidak berjumpa. Mengungkapkan rasa rindu juga merupakan hal yang wajar saja. Apalagi jika sudah bertahun-tahun lamanya meninggalkan kampung untuk belajar di negeri orang demi mengejar cita-cita, maka tidak heran bila suata saat kata rindu terucap dari mulut kita. Tidak berlebihan jika Juman Rofarit mengungkapkan “hari-hariku adalah definisi rindu” saat kerinduan sudah menggebu di dalam dada seseorang. Sebagai contoh, hari SENIN beliau definisikan Senantiasa Ingat Namamu, sedangkan hari RABU beliau ungkapkan sebagai Rasaku Bagitu Menggebu, dan hari SABTU beliau definisikan Saat Aku Begitu Terpasung Rindu. Begitulah salah satu cara seseorang mengungkapkan rasa rindunya ketika semakin hari semakin menebal, ini boleh-boleh saja dan masih dalam batas kewajaran.
Pertanyaanya adalah dengan adanya rasa rindu itu apakah kita harus segera pulang untuk melepasnya atau berusaha meredamnya? Keinginan bertemu dengan tanah kelahiran mau tidak mau harus kita redam ketika kepentingan mengejar cita-cita menjadi prioritas paling atas. Banyak cara yang bisa kita lakukan untuk sedikit mengurangi kerinduan yang semakin menebal seiring merayapnya waktu. Aktif diorganisasi kampus, atau kerja sampingan menjadi guru privat bisa menjadi alter natif untuk mengisi waktu luang agar hari-hari yang dilalui tidak dirasa berjalan lambat.
Raga di kampus pikiran di kampung, tidak sedikit dan tidak jarang mahasiswa perantau mengalami hal seperti ini saat mengingat kampung yang ditinggal. Namun, sekali lagi ketika cita-cita menjadi urutan pertama yang harus diraih, semua perasaan itu harus bisa ditepis. Sebaliknya, sebagai insan yang bijak, kita harus mampu mengoptimalkan “energi” rindu tersebut menjadi kekuatan yang luar biasa. Tidak berlebihan jika dikatakan bahwa kerinduan terhadap kampung halaman adalah energi potensial yang bisa dimanfaatkan menjadi motivasi untuk mengejar cita-cita.
Sudah selayaknya, sebagai mahasiswa yang sering disebut sebagai agen perubahan (agent of change) berpikir lebih jauh dan lebih kritis dalam memaknai hakikat rindu yang sebenarnya. Rindu membangun kampung halaman, rindu untuk menjadi orang yang bisa membawa perubahan bagi kampung halaman, rindu memberikan hal-hal baru bagi tanah kelahiran, inilah hakikat rindu yang hendaknya tertanam di dalam dada mahasiswa perantau, mahasiswa yang rela menyebrang pulau untuk mencari ilmu demi membawa perubahan.
Tidak sedikit munculnya perubahan-perubahan besar lahir dari mimpi-mimpi kecil. Tentu kita masih ingat kisah wright bersaudara (Orville dan Wilbur) 1871-1912, mereka bercita-cita maenjadi manusia pertama yang bisa terbang. Mimpi yang menurut sebagian orang pada saat itu tidak mungkin terwujud. Namun, berkat tekad dan sifat pantang menyerah, akhirnya mereka membuktikan. Saat ini, berkat penemuan mereka yang terus dikembangkan, terbang menggunakan pesawat terbang bukanlah hal yang luar biasa. Maka, jangan berhenti untuk mencetuskan ide-ide baru sekalipun itu dianggap mungkin sulit diwujudkan termasuk memiliki mimpi menjadi orang yang membawa perubahan bagi bangsa yang dimulai dari membangun daerah masing-masing.
Kita tentu menyadari realita yang terjadi saat ini, pembangunan di daerah dan di perkotaan tidaklah merata. Tidak meratanya pembangunan disegalah sektor di setiap daerah harusnya manjadi tantangan tersendiri bagi seorang mahasiswa yang peduli terhadap daerah asalnya. Ketika tekad sudah bulat, tidak ada keraguan melangkahkan kaki saat meninggalkan tanah kelahiran ke negeri orang untuk mencari ilmu, sudah selayaknya diimbangi dengan tekad yang luar biasa juga .Tekad yang ditanamkan yaitu tekad suatu saat akan kembali untuk membawa perubahan yang bearti. Sadar atau tidak kita sadari, daerah yang kita tinggalkan selalu merindukan kita, mereka merindukan putra-putra terbaiknya untuk membangun dan membawa perubahan. Oleh karena itu, sudah selayaknya kita juga menyimpan kerinduan untuk mencerdaskan kampung halaman, rindu menyetarakan pembangunan di daerah dengan di perkotaan. Terlebih saat ini, sistem otonomi daerah memberikan kesempatan yang sebesar-besarnya kepada daerah untuk mengolah dan mengembangkan potensi yang ada. Tentunya dalam hal ini arah pembangunan di daerah sangat bergantung pada putra-putra daerah, dengan kata lain nasib daerah kedepan berada di pundak putra-putra terbaik daerah masing-masing.
Sudah sepatutnya, sebagai mahasiswa perantau memiliki pandangan yang sama dan memaknai rasa rindu yang sebenarnya serta mampu mengolahnya menjadi energi yang luar biasa. Mahasiswa perantau harus mampu mengolah rasa rindu menjadi kekuatan dan semangat untuk menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi yang sedang berkembang. Mahasiswa perantau juga harus mampu meredam kerinduan terhadap kampung halaman demi cita-cita mulia untuk membangun bangsa yang dimulai dari daerah masing-masing. Jika tekad ini dimiliki oleh setiap mahasiswa, secara tidak lansung persaingan yang sehat akan terjadi dan akan membawa perubahan yang berarti. Dengan adanya tekad rindu bersaing membangun daerah masing-masing, yang kemudian diwujudkan menjadi tindakan kongkrit, dengan sendirinya akan terjadi pemerataan pembangunan di segalah sektor. Inilah rindu yang sepatutnya diungkapkan oleh mahasiswa perantau ,rinduku bukan rindu biasa. Rinduku adalah rindu untuk mencerdaskan daerah, rindu membawa perubahan, rindu membangun tanah kelahiran.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar