Rabu, 02 Juni 2010

Pengumuman Pemenang Kompetisi Essay Pesta Anak Rantau 2010

Sekilas Komentar dari Dewan Juri
Oleh: Sudarno

Dari sekian banyak tumpukan naskah yang diserahkan oleh panitia ke masing-masing juri (tiga orang juri). saya dapat menyimpulkan jikalau peserta “Lomba Penulisan Essay Anak Rantau 2010” menuliskan karyanya telah mengacu pada kriteria yang telah ditentukan oleh panitia. Mengenai syarat teknis semisal jumlah halaman, jenis dan ukuran huruf. Umumnya peserta menyanggupi kriteria tersebut, meski ada beberapa naskah yang terkesan dikompres dengan cara menyambung beberapa paragraf kedalam satu paragraph saja -- untuk menghemat spasi.

Atas nama kreatifitas. Saya selaku juri sama sekali tidak mempermasalahkan persoalan-persoalan sepeleh seperti itu. Namun saya pun tetap harus mengingatkan bahwa; paragraf yang terlalu panjang (khususnya untuk karangan esai) cenderung memiliki resiko tidak disukai oleh pembaca. Apatah lagi, beberapa pesarta menuliskan karyanya dimana satu lembar kertas A4 tidak cukup untuk memuat satu paragraph karangannya.

Berikut ini. Beberapa catatan (tentang naskah nominasi pemenang) dan koreksi (tentang kekeliruan penulisan) yang sempat saya catat sebagai hasil proses mencermati semua karya-karya ada. Namun sebelum itu, patut kiranya saya jelaska terlebih dahulu tentang dasar/ acuan penilaian yang saya gunakan selaku juri lomba.

Definisi esai sebagai karya tulis yang berisi tinjauan subjektif dari penulis tentunya dapat diterima secarah umum oleh berbagai kalangan akademisi. Akan tetapi, tentang bagaimana menuliskannya, ada yang berpendapat: Teratur (formal) dan ada pula yang berpendapat: Bebas (non formal). Dan tentang berapa ukurannya, ada yang menyatakan; bebas, sedang, dapat dibaca sekali duduk dll.

Jika ditanya; Pada pihak mana saya selaku juri mengambil acuan dalam memberi penilaian terhadap karya-karya para peserta lomba?. Jawaban saya simple saja; Saya sebagai juri lebih memilih jalan tengah ketimbang ikut-ikutan kedalam perdebatan yang belum tuntas itu. Bukan berarti saya hendak menengahi atau semacamnya. Akan tetapi, Jalan tengah yang saya maksudkan adalah menilai dari aspek gagasan penulis yang ada dalam setiap karangannya. Terutama; bangunan, pengorganisasian dan orisinilitas gagasan/ide sebagai poin utamanya

Oleh karena muatannya adalah gagasan/opini penulis. Maka, penilaian saya bukan berdasar pada rumusan apa (formal atau non formal) yang dipilih oleh para peserta dalam menuliskan karyanya. Dan bukan pula pada aspek ringan dan beratnya gagasan dan hasil karangan. Kriteria penilaian ini tentunya saya padukan dengan kriteria yang sebelumnya telah ditentukan oleh pihak panitia.

Kekeliruan peserta
Kebanyakan peserta keliru dalam mendefinisikan tentang apa sesungguhnya karangan esai itu – keliru memaknai dan menangkap wujud sebuah karangan esai. Barangkali, ini dikarenakan peserta cenderung berpijak pada uraian dan pengertian-pengertian umum (tidak terperinci) yang selama ini peserta dapati tentang esai itu sendiri.

Contoh sederhana dari kekeliruan-kekeliruan itu. Misalkan, pertanyaan simpel tentang; Apa sesungguhnya yang membedakan antara karya tulis esai dengan jenis karya tulis lainnya semisal karya tulis ilmia, cerpen, puisi, autobiografi dll?. Kebanyakan peserta tidak mampu menjawab pertanyaan ini dalam wujud karya-nya.

Khususnya peserta lomba yang memilih gaya penulisan non formal. Banyak yang terjebak oleh pendefinisian posisi subjektifitas seorang penulis dalam karangan esai. Dengan demikian. Peserta cenderung menguraikan tentang kondisi dirinya (sebagai anak rantau) ketimbang mengurai pandangannya (opini) sebagai penulis terhadap fenomena anak rantau serta tema lomba yang telah ditentukan oleh panitia – penulis cenderung memposisikan diri sebagai objek tulisan.

Alhasil tulisan yang lahir, tak lain dari sekedar uraian panjang-lebar tentang penulis itu sendiri. Fokus tulisan pun tidak lebih dari sekedar bagaimana menjaga plot cerita pada setiap persambungan paragraf ketimbang mengurai dan mengembangkan gagasan si-penulis. Kurang lebih separuh dari total naskah peserta yang diserahkan oleh panitia kepada saya ditulis dalam bentuk; cerpen, outobiografi singkat, puisi naratif, true strory.

Saya selaku juri, langsung saja menyisihkan karya-karya semacam ini dan sama sekali tidak memberikan penilaian terhadap karya-karya tersebut. Alasannya adalah; pertama; Tugas saya selaku juri adalah menyeleksi karya tulis esai dan menentukan mana yang terbaik dari seluruh naskah esai yang diserahkan oleh panitia kepada saya. Kedua; Saya sama sekali tidak memiliki kompetensi yang memadai untuk menilai karya tulis berupa; cerpen, puisi, true story, autobiagrafi.

Adapun peserta yang memilih penulisan karyanya secara formal, lengkap dengan daftar pustaka sebagaimana kebiasaan mahasiswa dalam menuliskan makalah ketika mendapat tugas dari dosen di kampus masin-masing. Beberapa dari peserta yang memilih bentuk penulisan formal ini, cenderung tidak mampu membedakan yang mana karangan esai dan yang mana karya ilmiah.

Beberapa peserta menjebak dirinya pada aturan-aturan ilmiah yang kaku dan sarat dengan “kebenaran objektif” sebagai acuan pendekatan dalam kepenulisan karya ilmiah. Kutipan-kutipan teori (gagasan) pun dicantumkan secara terperinci, bahkan ulasan panjang tentang teori tersebut ikut pula dicantumkan. Padahal jumlah halaman yang ditentukan oleh panitia sangat terbatas.

Kesalahan paling fatal adalah; terlalu banyak mengutip pendapat/rumusan tesis orang lain (tokoh ternama) yang tentunya barangkali dimaksudkan untuk menguatkan opini penulis. Tapi upaya seperti ini justru mencederai orisinalitas gagasan penulis karangan. Terlebih lagi, setelah mencantumkan gagasan orang lain, penulis terkesan sekedar memberi komentar atas gagasan-gagasan kutipannya – Indikasinya; karya lebih tepat sebagai rangkuman atas gagasan orang lain ketimbang sebagai karangan esai. Amat sangat disayangkan. Entah karena terlalu banyak mengutip, atau memang sejak dari awal pengutipan itu lebih berupa saduran dan ringkasan terhadap gagasan-gasan orang lain.

Kekeliruan umum peserta.
Banyak peserta yang terjebak pada kata “rantau” dan melupakan tema pokok (Ada Rindu Yang Patut Diungkapkan) yang disyaratkan panitia. Alhasil hasil, karya para peserta pun sedikit banyak mengupas tentang definisi rantau, suka dan duka merantau, bahkan ada yang mendasarkan pengalaman traumatisnya sebagai kacamata/ sudut pandang penulis dalam membentuk gagasan karya-nya.

Oleh karena kebanyakan naskah yang masuk adalah tulisan dari para perantau (pelajar) yang berasal dari luar pulau Jawa dan tentunya sedang mengenyam studi di Jawa, maka gagasan rural dan urban sangat kental dijumpai hampir disetiap karya para peserta.

Karya-karya yang masuk nominasi peraih juara.
Dari tiga orang juri, terdapat perbedaan menurut urutan nominasi yang diajukan oleh setiap juri. Oleh karena itu kesemua hasil keputusan juri digabung untuk diurutkan kembali sesuai dengan urutan nilai/poin-poin pokok (criteria sebagai juara). Dari ketiga juri yang ada terkumpul sepuluh naskah nominasi peraih juara. Kesepuluh naskah itu adalah;

1. Rinduku Bukan Rindu Biasa
2. Ceritaku
3. Ada Rindu Yang Patut Diungkapkan
4. Status Perantau
5. Berkeliling Kota Jakarta di Hari Libur – Sebagai Prasarana Untuk Menyalurkan Kerinduan Terhadap Kampung Halaman
6. Merantau dan Mudik
7. Filosofi Coto
8. Antara Metropolitan dan Kampungan
9. Kehidupan Rantau Berdampak Sistemik (Refleksi Kehidupan Keluarga bagi Anak Rantau dari Perspektif Ilmiah)
10. Sebuah Janji



Dari sepuluh naskah nominasi diatas, disaring ulang oleh dewan juri untuk menentukan 3 karya pemenang. Urutan pemenangnya sebagai berikut:

Pemenang I : Antara Metropolitan dan Kampungan

Pemenang II : Berkeliling Kota Jakarta di Hari Libur – Sebagai Prasarana Untuk Menyalurkan Kerinduan Terhadap Kampung Halaman

Pemenang III : Sebuah Janji


Selamat bagi para pemenag!......

Sekian dan terimakasih

Tidak ada komentar:

Posting Komentar