Rabu, 02 Juni 2010

makalah magnet bumi (interpretasi kualitatif)

BAB I
PENDAHULUAN


1.1 LATAR BELAKANG
Dipandang perlu melakukan survey untuk pemetaan secara umum kondisi geologi suatu daerah, dengan harapan dapat dirumuskan (dihipotesakan) yang selanjutnya dapat digunakan sebagai dasar penetapan kondisi geologis lokal. Pemetaan ini dapat memberikan informasi berupa Struktur lapisan tanah,patahan atau sesar yang bersifat khas yang mungkin perlu diwaspadai sebagai sumber bencana alam geologis, struktur batuan magnetik khusus yang perlu dikaji lebih lanjut, atau sebaliknya, ditemukan lokasi yang memiliki potensi bahan tambang, contohnya: material logam (besi,tima,tembaga), minyak bumi, gas dan sebagainya.
Geomagnet merupakan salah satu metode geofisika eksplorasi.Dengan metode geomagnet dapat diketahui karakteristik batuan dalam bumi berdasar sifat kemagnetan batuannya (suseptibilitas).
Medan magnet bumi tidak tetap tetapi berubah terhadap waktu sesuai dengan keadaan di dalam bumi yang kadang-kadang mengalami gangguan. Sedangkan besarnya nilai kemagnetan bumi di suatu tempat tertentu tergantung pada kondisi kemagnetan di dalam bumi yang berubah terhadap waktu, pengaruh dari luar bumi, dan pengaruh kemagnetan lokal (anomali lokal). Besarnya kemagnetan lokal (anomali lokal) suatu tempat yang tidak terdeteksi secara regional dimana komponen inilah yang dianalisis dan diinterpretasi untuk menunjukkan sumber dan kecenderungan (trend) penyebaran anomali kemagnetan sehingga dapat diketahui struktur bawah permukaan suatu daerah (lokal tertentu) melalui nilai suseptibilitasnya.
Oleh karena itu, penulis meneliti dan menganalisa adanya anomali kemagnetan di daerah Sumatera Barat untuk mengetahui sumber anomali dan pola penyebarannya sebagai studi dari aplikasi pengolahan data dari teknik eksplorasi dengan metode magnet bumi.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Adapun rumusan masalah pada penulisan ini antara lain:
• Bagaimana analisis data pengukuran dan anomali magnet yang terdeteksi di daerah penelitian
• Bagaimana hasil interpretasi kualitatif anomali medan magnet daerah Padang, Sumatera Barat
• Bagaimana penyebaran sumber anomali tersebut dan apa sumber penyebab anomali tersebut.

1.3 TUJUAN PENULISAN

Adapun tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk memberikan tambahan informasi kepada masyarakat tentang teknik eksplorasi menggunakan metode magnet bumi dan menjadi kajian dalam bidang geofisika khususnya. Adapun tujuan khusus dari penulisan laporan kerja ini adalah untuk mengetahui sumber penyebab anomali dan pola penyebaran anomali medan magnet daerah Sumatera Barat berdasarkan data anomaly medan magnet.

1.4 BATASAN MASALAH

Pembahasan meliputi analisis data pengamatan (observasi) menggunakan data pengukuran dari survey magnet medan magnet pada tanggal 8-16 Mei 2009 di daerah Sumatera Barat sebanyak 31 titik serta melakukan interpretasi kualitatif (penyebab anomali dan pola penyebarannya) kontur anomali magnet yang diperoleh setelah melakukan pengolahan data.

1.5 METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian meliputi pengumpulan data medan magnet total (F) untuk selanjutnya dilakukan pengolahan data berupa filterisasi manual, reduksi data, dan pembuatan kontur anomali kemagnetan kemudian melakukan interpretasi kualitatif untuk mengetahui sumber penyebab anomali dan penyebarannya.

1.6 SISTEMATIKA PENULISAN

Dalam penulisan tugas akhir ini, sistematika penulisannya secara singkat adalah sebagai berikut :
• BAB I PENDAHULUAN
Bab ini menjelaskan tantang latar belakang penelitian yang dilakukan, rumusan permasalahan, tujuan yang hendak dicapai penulis, dan metodologi penelitian, dan sistematika penulisan yang dilakukan
• BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini menjelaskan dadta-data pendukung dalam pemnyusunan tugas akhir ini. Yaitu data geologi Sumatera Barat.
• BAB III LANDASAN TEORI
Bab ini menjelaskan teori – teori yang dipakai penulis dalam mengkaji masalah.
• BAB IV DATA DAN METODE PENELITIAN
Bab ini berisi tentang data dan metode yang digunakan penulis dalam penyelesaikan penelitian untuk mendapatkan suatu kesimpulan.
• BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
Bab ini berisi tentang analisa data yang dilakukan penulis dan pembahasan yang terkait hasil analisanya.
• BAB VI PENUTUP
Bab ini berisi kesimpulan dan saran dari penelitian yang dilakukan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 GEOLOGI REGIONAL
Data geologi daerah Provinsi Sumatera Barat merupakan hasil kompilasi/perpaduan dari beberapa peta geologi sekala 1 : 250.000 yang diterbitkan oleh Pusat Survey Geologi (Badan Geologi), peta geologi tersebut antara lain adalah lembar Pulau Telu – Muara Sikabaluan (0615 - 0614); lembar Lubuk Sikaping (0716); lembar Painan - Muara Siberut (0814 - 0714); lembar Sikakap - Burisi (0713 – 0712); lembar Sungai Penuh (0813); lembar Padang (0715) dan lembar Solok (0815).
Penyederhanaan geologi didasarkan pada pengelompokan umur dan jenis batuan, sehingga geologi Prov. Sumatera Barat dari kelompok umur paling tua ke muda dapat diuraikan sbb. : (Lihat Gambar 2.1.)

Gambar 2.1. peta geologi Sumatera Barat


A .Kelompok Pra Tersier :
Kelompok ini mencakup masa Paleozoikum – Mesozoikum, dipisahkan menjadi kelompok batuan ultrabasa; kelompok batuan melange, kelompok batuan malihan; kelompok batuan gunungapi dan kelompok batuan terobosan.

1). Kelompok Batuan Ultrabasa Pra Tersier
Disusun oleh batuan harzburgit, dunit, serpentinit, gabro dan basalt.

2). Kelompok Melange Pra Tersier
Merupakan kelompok batuan campur aduk yang disusun oleh batuhijau, graywake, tufa dan batugamping termetakan, rijang aneka warna. Kelompok batuan malihan Pra Tersier disusun oleh batuan sekis, filit, kwarsit, batu sabak, batu gamping termetakan.

3). Kelompok Batuan Sedimen Pra Tersier
Yang didominasi oleh batugamping hablur sedangkan kelompok batuan terobosan Pra Tersier disusun oleh granit, diorit, granodiorit, porfiri kuarsa, diabas danbasalt.

4). Kelompok Transisi Pra Tersier – Tersier Bawah
Yang merupakan kelompok batuan terobosan yang terdiri dari batuan granodiorit dan granit.

B. Kelompok Tersier :
Dipisahkan menjadi kelompok batuan ultrabasa; kelompok batuan melange; kelompok batuan sedimen; kelompok batuan gunungapi dan kelompok batuan terobosan. Kelompok batuan ultrabasa Tersier disusun oleh batuan serpentinit, piroksenit dan dunit.


1). Kelompok Batuan Melang Tersier
Yang merupakan batuan campur aduk disusun oleh graywake, serpih, konglomerat, batupasir kwarsa, arkose, serpentinit, gabro, lava basalt dan batusabak.
2). Kelompok Batuan Sedimen Tersier
Disusun oleh konglomerat, aglomerat, batulanau, batupasir, batugamping, breksi dan napal.

3). Kelompok Batuan Gunung Api Tersier
Disusun oleh batuan gunungapi bersifat andesitik-basaltik, lava basalt sedangkan kelompok batuan terobosan Tersier terdiri dari granit, granodiorit, diorit, andesit porfiritik dan diabas.

C. Kelompok Transisi Tersier – Kwarter :
(Plio-Plistosen) dapat dipisahkan menjadi kelompok batuan sedimen; kelompok batuan gunungapi dan kelompok batuan terobosan.

1). Kelompok Batuan Sedimen Plio-Plistosen
Disusun oleh konglomerat polimik, batupasir, batulanau dan perselingan antara napal dan batupasir.

2). Kelompok Batuan Gunung Api Plio-Plistosen
Disusun oleh batuan gunungapi andesitik-basaltik, tufa, breksi dan endapan lahar sedangkan kelompok batuan terobosan Plio-Plistosen terdiri dari riolit afanitik, retas basalt dan andesit porfir.

D. Kelompok Kwarter
Dipisahkan menjadi kelompok batuan sedimen; batuan gunungapi dan aluvium.


E.Struktur Geologi
Struktur yang berkembang di Provinsi Sumatera Barat adalah struktur perlipatan (antiklinorium) dan struktur sesar dengan arah umum baratlaut – tenggara, yang mengikuti struktur regional P. Sumatera.















BAB III
LANDASAN TEORI


Pengukuran kemagnetan bumi telah dilakukan orang sejak beberapa ratus tahun yang lalu. Pengukuran ini mula - mula untuk kepentingan navigasi, kemudian berkembang untuk eksplorasi dan penelitian variasi medan magnet bumi terhadap waktu untuk mengetahui pergerakan lempeng bumi berdasar paleomagnetisnya.
Dalam penelitian, diketahui bahwa kemagnetan bumi merupakan resultan dari medan magnet utama bumi, medan magnet luar bumi, dan medan magnet yang ditimbulkan oleh variasi sifat kemagnetan batuan pada masing - masing tempat [ Telford, 1976 ]. Berikut ini akan dibahas masing - masing.

3.1 MEDAN MAGNET BUMI

Penyebab utama kemagnetan bumi sekitar 99 % adalah gejala yang terjadi di dalam bumi, yakni berdasar teori magnetohidrodinamis, disebabkan oleh arus listrik yang terbentuk karena adanya proses rotasi bumi dan arus konveksi, sehingga menginduksi material – material bersifat magnetik di dekatnya dan mempengaruhi perubahan variasi medan magnet. Sifat kemagnetan bumi ini terpolarisasi menjadi dua kutub yakni kutub utara dan kutub selatan, sehingga seolah-olah di dalam bumi ini terdapat magnet batang yang sangat besar dengan dua kutub yang letaknya terpisah jauh.
Medan magnet utama bumi tidak konstan tetapi mengalami perubahan terhadap waktu, sesuai keadaan di dalam bumi. Hal tersebut ditunjukkan dalam studi peleomagnetik bahwa banyak batuan di kerak bumi dengan posisi sebelah menyebelah yang memiliki arah kutub kemagnetan yang berkebalikan. Perubahan kemagnetan bumi akibat aktivitas bumi sendiri ini sangat lamban dan biasa disebut variasi sekuler. Besarnya variasi ini untuk setiap tempat tidak sama, tetapi dalam skala regional masih sama.
Beberapa ahli menduga perubahan ini diakibatkan aktivitas arus konveksi yang berada di dalam inti bumi yang menimbulkan kelistrikan sehingga medan magnet yang ditimbulkan mempengaruhi medan magnet di sekitarnya. W.M. Elsasser (1939) menyimpulkan material inti bumi yang dominan adalah besi yang merupakan konduktor yang baik. Gerakan inti bumi cair inilah yang memungkinkan arus listrik kemudian menimbulkan medan magnet bumi utama.
Berdasar penyelidikan ahli seismologi, bumi terdiri dari bagian inti yang cair, mantel dan kerak bumi. Sumber medan magnet bumi utama berasal dari dalam bumi akibat pengaruh rotasi bumi sehingga material magnetis di inti bumi seperti FeO, Fe2O3, MgO, CaO, SiO2 termagnetisasi akibat perputaran bumi pada porosnya (arus konveksi dalam inti bumi ).
Kedua kutub magnet bumi dikenal sebagai “Geomagnetic Poles” yang merupakan kutub teoritis dimana sumbu magnet membuat sudut ± 11,5˚ dengan sumbu rotasi bumi yaitu pada :
a. Utara / kutub negatif magnet terletak di “ Pulau Canadian Artik ” dengan posisi Lintang : 75.50 LS dan Bujur : 100.40 BB.
b. Selatan / kutub positif magnet terletak di “ Pantai selatan Antartika dari Tasmania “ dengan posisi Lintang : 66.50 LS dan Bujur : 1400 BT










Gambar 2.1 Posisi kutub utara dan kutub selatan magnet bumi
Nilai magnet bumi merupakan besaran vektor total magnet bumi (F) dan dapat dinyatakan dalam komponen-komponennya. Hal ini berarti disembarang
titik disuatu ruang, besaran, arah total medan magnet bumi ( F ) berubah sebagai fungsi waktu. Komponen medan magnet bumi dapat diuraikan sebagai berikut:









Gambar 2.2. komponen-komponen kemagnetan bumi
Keterangan:
1. Vektor X,Y,dan H terletak pada bidang horizontal dengan komponen X berada disepanjang sumbu geografis, komponen Y pada timur geografis dan H pada komponen horizontal.
2. Vektor Z merupakan komponen vertikal medan magnet bumi.
3. Vektor F merupakan komponen total medan magnet yang terletak pada bidang vertikal yang memuat komponen H dan Z.
4. Sudut D merupakan sudut deklinasi yang dibentuk oleh utara sebenarnya (X) dengan komponen horizontal (H).
5. Sudut I merupakan sudut Inklinsi yang besarnya ditentukan oleh vektor H dan F.
Hubungan antara medan magnet dan tiap-tiap komponennya dapat dinyatakan melalui persamaan berikut :
Z = F Sin I (2.1)
H = F Cos I (2.2)
X = H Cos D (2.3)
Y = H Sin D (2.4)
F2 = H2+Z2 = X2 + Y2 + Z2 (2.5)
Nilai komponen kemagnetan yang diperoleh melalui pengukuran adalah XYZ, HNHEZ, FHEV baik manual maupun digital, sedangkan komponen yang lain diperoleh melalui perhitungan.
Berdasar pengukuran medan magnet bumi di berbagai tempat, dapat dibuat peta -peta isomagnetik yang terdiri atas peta isogonik, isoklinik, dan isodinamik. Isogonik merupakan garis pada peta yang menghubungkan tempat - tempat yang mempunyai deklinasi sama. Isoklinik adalah garis dalam peta yang menghubungkan tempat - tempat yang mempunyai inklinasi sama, sedangkan isodinamik merupakan garis yang menghubungkan tempat - tempat dengan kesamaan nilai kuat medan magnet atau komponen-komponennya ( H, Z, dan F ).
Satuan Intensitas medan magnet yang digunakan adalah oersted (Oe). Satuan lain yang digunakan adalah nano Tesla (nT). Satu nano Tesla (nT) sama dengan 10-5 Oersted (Oe). Nilai maksimum terdapat di sekitar kutub magnet bumi, yaitu 0,7 Oe di kutub utara magnet bumi 0,6 Oe di kutub selatan magnet bumi. Sedangkan nilai minimumnya sekitar 0,25 Oe di Pasifik Selatan dan chili utara.

3.2 MEDAN MAGNET LUAR BUMI

Sekitar 1 % dari kemagnetan bumi disebabkan oleh pengaruh dari luar bumi. Medan magnet ini disebabkan oleh arus listrik di lapisan ionosfer yang menginduksi medan magnet di permukaan bumi akibat adanya arus listrik yang berasal dari proses ionisasi gas oleh partikel elektromagnetik, terutama sinar ultra violet yang berasal dari matahari. Medan luar menyebabkan perubahan yang sifatnya periodik. Berdasar periodanya dapat dibedakan menjadi variasi harian matahari, bulan dan badai magnetik.

3.2.1 Variasi Harian Matahari

Variasi harian matahari disebabkan oleh interaksi aliran listrik antara matahari dan lapisan ionosfera yang mempunyai perioda 24 jam dengan amplitudo 10 sampai 50 nT. Radiasi elektromagnetis ini menyebabkan sistem arus listrik dalam lapisan ionosfera pada ketinggian 100 kilometer diatas permukaan bumi. Amplitudo variasi harian ini tergantung pada lintang tempat pengamatan.

3.2.2 Variasi Harian Bulan

Variasi harian bulan disebabkan adanya interaksi bulan dengan lapisan ionosfera dan mempunyai periode 24 jam dengan amplitudo 2 nT.
Melalui pengamatan magnet bumi, variasi harian bulan dan matahari menimbulkan pengaruh yang bersifat periodik selama satu hari. Variasi ini dikenal dengan variasi harian (diurnal variation). Perubahan variasi harian ini dicatat oleh stasiun pengamatan magnet bumi menggunakan variometer.
Data pengamatan variasi harian menunjukkan dua tipe variasi, yaitu hari tenang (quiet day) dan hari terganggu (disturbed day) dimana pengklasifikasiannya menggunakan K-indeks atau Dst-indeks. Oleh karena pengaruhnya cukup signifikan maka dalam survey magnet harus selalu dilakukan koreksi terhadap kedua variasi harian ini (variasi harian matahari dan bulan).

3.2.3 Badai Magnetik

Badai magnetik adalah gangguan medan magnet bumi secara tiba-tiba disebabkan oleh induksi partikel bermuatan listrik yang sampai pada permukaan bumi. Badai magnetik ini cenderung berulang setiap 27 hari dan kejadiannya dipicu oleh aktivitas sunspot di matahari yang mengarah ke bumi sehingga menginduksi magnetosfera dan mengacaukan medan magnet bumi, akibatnya variasi magnet bumi menjadi terganggu. Ketika terjadi badai magnetik, segala aktivitas yang berkaitan dengan magnet dan memanfaatkan lapisan ionosfer akan mengalami gangguan, contohnya GPS, sinyal komunikasi, dan lain-lain. Terganggunya medan magnet bumi karena badai magnetik tercatat dalam variogram berupa perubahan irregular terhadap variasi harian magnet, dengan amplitudo mencapai > 50 nT. Sehingga, dalam pengolahan data magnet harus dilakukan koreksi terhadap badai magnetik ini. Sedangkan survey magnet, tidak dapat dilakukan sebab alat pengukuran magnet tidak dapat bekerja secara optimal.

3.3 MEDAN ANOMALI LOKAL

Medan anomali magnet merupakan bagian dari medan magnet bumi yang ditimbulkan karena ketidakteraturan distribusi material magnetis di kerak bumi bagian luar. Materi penyusun kerak bumi tidak homogen yang terlihat dari adanya anomali sampai kedalaman beberapa puluh kilometer. Anomali medan magnet bumi ini biasanya bersifat lokal sehingga tidak terlihat pada peta-peta isomagnetik secara regional. Untuk kegiatan ekplorasi menggunakan metode magnet bumi akan selalu berkaitan dengan anomali medan magnet, karena nilai anomali yang terdeteksi di lapangan akan diinterpretasi untuk mengidentifikasi penyebab anomali ini.


3.4 REDUKSI DATA

Nilai medan magnet total yang tercatat pada sensor magnet merupakan gabungan dari medan utama bumi, variasi harian, dan medan anomali lokal. Sehingga sebelum melakukan interpretasi, data yang diperoleh dikoreksi / direduksi terlebih dahulu terhadap variasi harian dan medan utama bumi untuk memperoleh nilai anomali lokalnya saja.



3.4.1 Koreksi Diurnal

Koreksi ini dilakukan untuk menghilangkan variasi harian yang disebabkan pengaruh dari luar bumi. Koreksi ini dihitung dari kurva variometer yang dihasilkan oleh variograf di stasiun pengamatan permanen di sekitar wilayah pengamatan, dimana alat tersebut mencatat nilai medan utama bumi dan variasi kemagnetan bumi secara terus menerus atau dari base station yang ditentukan sendiri dalam pengukuran lapangan. Pereduksian pengaruh diurnal ini, dapat juga dilakukan dengan metode tie point. Dalam penulisan ini koreksi diurnal dilakukan menggunakan data langsung dari base stasiun, yang diperoleh dari Stasiun Geofisika Tuntungan.

3.4.2 Koreksi Normal

Koreksi normal dilakukan untuk menghilangkan pengaruh medan magnet utama bumi, yakni medan magnet yang ditimbulkan oleh keadaan dalam bumi berupa aktivitas arus konveksi yang menginduksi batuan-batuan yang berada di dalam bumi. Koreksi ini dihitung menggunakan peta-peta isomagnet hasil pengamatan data megnet selama kurun waktu tertentu atau menggunakan data IGRF. Nilai koreksi normal dalam penelitian ini diambil dari data yang tercatat di base stasiun karena metode survei yang digunakan adalah metode base stasiun dan wilayah survei relatif sempit sehingga gradien koreksi normalnya dapat diabaikan.
Berikut persamaan untuk proses koreksi data pengamatan medan magnet total di suatu titik pengamatan :
ΔT = T obs ± Tvh – T IGRF (2.7)
Tbasestasiun = Tbaseline ± Tvh (2.8)
ΔT = T obs - Tbasestasiun (2.9)


Dimana ΔT = anomali magnet
T obs = data pengamatan
Tvh = koreksi diurnal
T IGRF = koreksi normal
Tbasestasiun = data di base stasiun



















BAB IV
DATA DAN METODE


4.1 DATA PENELITIAN

Data dalam penulisan ini diperoleh dari hasil survey magnetik tanggal 8-16 Mei 2009 di daerah Sumatera Barat yang terdiri dari 31 titik pengamatan.

4.2 ALAT YANG DIGUNAKAN
Alat yang digunakan pada survey ini adalah GEM Magnetometer, dengan sfesifikasi sebagai berikut:
• Sensitivity : 0.2 nT/Hz
• Resolution : 0.01 nT
• Absolute Accuracy : 1.0 nT
• Dynamic Range : 20,000 to 100,000 nT
• Gradient Tolerance : >7,000 nT/meter
• Sampling Rate : 1 reading per 3 to 60 seconds
• Sensor : 140 x 75 mm diameter cyl.
• VLF Sensor : 160 x 150 x 150 mm, 1.3 kg


Gambar 3.1. GEM magnetometer.

4.2 DAERAH PENELITIAN

Daerah penelitian terletak di daerah Sumatera Barat dan beberapa daerah di propinsi Jambi yaitu pada posisi lintang: 0.124 LU - 2.091 LS dan bujur: 99.875 BT - 101.461 BT Luas area penelitian berkisar 243.65 KM X 174.46 KM.

4.3 METODE PENELITIAN

Dalam hal ini penulis tidak melakukan pengukuran magnet secara lansung, penulis hanya melakukan pengolahan data hingga didapat anomali magnet dan pengkonturan anomali tersebut. Adapun tahap – tahap pengerjaannya antara lain :
1. Melakukan filter manual terhadap data pengukuran magnet menggunakan program Microsoft Excel 2007
2. Filter manual data variasi harian magnet pada hari pengamatan
3. Menghitung harga anomali magnet pada setiap titik pengamatan, dengan melakukan koreksi diurnal dan koreksi normal.
4. Menghitung anomali magnet menggunakan rumus 2.9
5. Nilai anomali magnet yang diperoleh dibuat peta kontur anomali dengan
software Surfer 7.0.
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
Anomali medan magnet total di lokasi penelitian digambarkan pada peta kontur anomali berikut :


Gambar 4.1. kontur anomali magnet, interval kontur 100nT.

Pada gambar 4.1, memperlihatkan kisaran anomaly medan magnet antara -1.119,0798nT hingga 465,7706nT.Terdapat anomali berupa dipole magnet (lintasan A-A’) yang relatif berarah Barat Laut-Tenggara, mengandung pasangan klosur positif 214,9145nT (100.457 BT, 0.480 LS) dan negatif -681,2290nT (100.501 BT, 0.592 LS) , daerah ini merupakan salah satu danau yang ada di Sumatera Barat yaitu danau Singkarak. Dari posisi anomali yang terletak di daerah danau Singkarak tersebut , setelah dioverlay terhadap peta geografis dan peta geologi Sumatera Barat, diduga bahwa penyebabnya kemungkinan besar berkorelasi dengan segmen sesar Semangko yang ada di sekitar danau singkarak.

Gambar 4.2. Grafik crossection lintasan A-A’

Juga terdapat dipole (lintasan B-B’) yang relatif berarah utara-Selatan, mengandung klosur positif 233,7432nT (100.595 BT, 0.666 LS) dan klosur negatif -718,2459nT (100.613 BT, 0.995 LS) daerah ini merupakan daerah lembah segar, Sawah Lunto yang merupakan daerah jalur pegunungan Bukit Barisan. Diduga, anomali ini disebabkan oleh batuan gunung api era kwartener berupa : andesit, granit dan basalt era kwartener.Kondisi ini bersesuainan dengan kondisi di lapangan, karena secara geologi, batuan garanit ,diorit, dan basalt banyak tersebar di sepanjang jalur pegunungan Bukit Barisan Sumatera yang terbentuk sewaktu erupsi gunung api.

Gambar 4.3. Grafik crossection lintasan B-B’

Melihat medan anomaly yang cukup besar ini, menarik untuk dianalisa lebih lanjut karena diharapkan terdapat beberapa hal yang dapat dirumuskan (dihipotesakan), yang selanjutnya dapat digunakan sebagai dasar penetapan kondisi geologis lokal. Kondisi ini mungkin dapat mengandung salah satu dari dua kemungkinan, berupa struktur lapisan tanah,patahan atau sesar yang bersifat khas yang mungkin perlu diwaspadai sebagai sumber bencana alam geologis ataupun sebaliknya struktur batuan magnetik khusus.










BAB VI
PENUTUP

6.1 KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengolahan data medan anomali magnet bumi daerah Sumatera Barat, maka dapat disimpulkan :
1. Nilai anomali magnet di Daerah Sumatera Barat berkisar antara -1.119,0798nT hingga 465,7706nT.
2. Terdapat dipole magnet yang relatif berarah Barat Laut-Tenggara ,mengandung pasangan klosur positif 214,9145nT (100.457 BT, 0.480 LS) dan negatif -681,2290nT (100.501 BT, 0.592 LS) , dugaan awal penyebab anomali ini kemungkinan besar berkorelasi dengan struktur sesar Semangko yang melewati danau singkarak.s
3. Juga terdapat dipole anomali yang relatif berarah utara-Selatan, mengandung klosur positif 233,7432 (100.595 BT, 0.666 LS) dan klosur negatif -718,2459nT (100.613 BT, 0.995 LS) Diduga disebabkan oleh batuan gunung api era kwartener berupa : andesit, granit dan basalt era kwartener.


6.2 SARAN
Perlu dilakukan survey dan interpretasdi dengan metode yang lain agar dapat dilakukan perbandingan interpretasi sehingga hasilnya bisa lebih baik.






DAFTAR PUSTAKA

Asikin, Sukendar, prof,Dr., ”Geologi Struktur Indonesia”, Lab.Geologi Dinamis-Geologi ITB, 1990.
Efendi,Noor “Survey Magnetik Untuk memperkirakan penyebaran Tembaga Di Pulau Sumbawa Bagian tenggara Propinsi Nusa Tenggara Barat” .
Masturyono, ”Estimasi Kedalaman Basement dengan Metode Magnet”, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia, 1989.
Savit, Carl H and Milton B. Dobrin, “Introduction To Geophisical Prospecting”, Mc. Graw-Hill book company, 2005.
Telford, W.A., Geldart, L.P., Sherif, R.E.,“Applied Geophysics Second Edition”, Cambridge University Press, London, 1976.
Wienert, K.A, “Notes on Geomagnetic Observatory and Survey Practice”, Unesco book company, 1970.
Zubaidah Teti, Bulkis Kanata dan Niken Arumdati, ” Pemanfaatan Metode Geolistrik Untuk Penentuan Sumber Anomali Geomagnet Di Kota Mataram, Pulau Lombok, Provinsi NTB”, Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Mataram, JURNAL TEKNOLOGI, Edisi No. 3. Tahun XIX, September 2005.

Pengumuman Pemenang Kompetisi Essay Pesta Anak Rantau 2010

Sekilas Komentar dari Dewan Juri
Oleh: Sudarno

Dari sekian banyak tumpukan naskah yang diserahkan oleh panitia ke masing-masing juri (tiga orang juri). saya dapat menyimpulkan jikalau peserta “Lomba Penulisan Essay Anak Rantau 2010” menuliskan karyanya telah mengacu pada kriteria yang telah ditentukan oleh panitia. Mengenai syarat teknis semisal jumlah halaman, jenis dan ukuran huruf. Umumnya peserta menyanggupi kriteria tersebut, meski ada beberapa naskah yang terkesan dikompres dengan cara menyambung beberapa paragraf kedalam satu paragraph saja -- untuk menghemat spasi.

Atas nama kreatifitas. Saya selaku juri sama sekali tidak mempermasalahkan persoalan-persoalan sepeleh seperti itu. Namun saya pun tetap harus mengingatkan bahwa; paragraf yang terlalu panjang (khususnya untuk karangan esai) cenderung memiliki resiko tidak disukai oleh pembaca. Apatah lagi, beberapa pesarta menuliskan karyanya dimana satu lembar kertas A4 tidak cukup untuk memuat satu paragraph karangannya.

Berikut ini. Beberapa catatan (tentang naskah nominasi pemenang) dan koreksi (tentang kekeliruan penulisan) yang sempat saya catat sebagai hasil proses mencermati semua karya-karya ada. Namun sebelum itu, patut kiranya saya jelaska terlebih dahulu tentang dasar/ acuan penilaian yang saya gunakan selaku juri lomba.

Definisi esai sebagai karya tulis yang berisi tinjauan subjektif dari penulis tentunya dapat diterima secarah umum oleh berbagai kalangan akademisi. Akan tetapi, tentang bagaimana menuliskannya, ada yang berpendapat: Teratur (formal) dan ada pula yang berpendapat: Bebas (non formal). Dan tentang berapa ukurannya, ada yang menyatakan; bebas, sedang, dapat dibaca sekali duduk dll.

Jika ditanya; Pada pihak mana saya selaku juri mengambil acuan dalam memberi penilaian terhadap karya-karya para peserta lomba?. Jawaban saya simple saja; Saya sebagai juri lebih memilih jalan tengah ketimbang ikut-ikutan kedalam perdebatan yang belum tuntas itu. Bukan berarti saya hendak menengahi atau semacamnya. Akan tetapi, Jalan tengah yang saya maksudkan adalah menilai dari aspek gagasan penulis yang ada dalam setiap karangannya. Terutama; bangunan, pengorganisasian dan orisinilitas gagasan/ide sebagai poin utamanya

Oleh karena muatannya adalah gagasan/opini penulis. Maka, penilaian saya bukan berdasar pada rumusan apa (formal atau non formal) yang dipilih oleh para peserta dalam menuliskan karyanya. Dan bukan pula pada aspek ringan dan beratnya gagasan dan hasil karangan. Kriteria penilaian ini tentunya saya padukan dengan kriteria yang sebelumnya telah ditentukan oleh pihak panitia.

Kekeliruan peserta
Kebanyakan peserta keliru dalam mendefinisikan tentang apa sesungguhnya karangan esai itu – keliru memaknai dan menangkap wujud sebuah karangan esai. Barangkali, ini dikarenakan peserta cenderung berpijak pada uraian dan pengertian-pengertian umum (tidak terperinci) yang selama ini peserta dapati tentang esai itu sendiri.

Contoh sederhana dari kekeliruan-kekeliruan itu. Misalkan, pertanyaan simpel tentang; Apa sesungguhnya yang membedakan antara karya tulis esai dengan jenis karya tulis lainnya semisal karya tulis ilmia, cerpen, puisi, autobiografi dll?. Kebanyakan peserta tidak mampu menjawab pertanyaan ini dalam wujud karya-nya.

Khususnya peserta lomba yang memilih gaya penulisan non formal. Banyak yang terjebak oleh pendefinisian posisi subjektifitas seorang penulis dalam karangan esai. Dengan demikian. Peserta cenderung menguraikan tentang kondisi dirinya (sebagai anak rantau) ketimbang mengurai pandangannya (opini) sebagai penulis terhadap fenomena anak rantau serta tema lomba yang telah ditentukan oleh panitia – penulis cenderung memposisikan diri sebagai objek tulisan.

Alhasil tulisan yang lahir, tak lain dari sekedar uraian panjang-lebar tentang penulis itu sendiri. Fokus tulisan pun tidak lebih dari sekedar bagaimana menjaga plot cerita pada setiap persambungan paragraf ketimbang mengurai dan mengembangkan gagasan si-penulis. Kurang lebih separuh dari total naskah peserta yang diserahkan oleh panitia kepada saya ditulis dalam bentuk; cerpen, outobiografi singkat, puisi naratif, true strory.

Saya selaku juri, langsung saja menyisihkan karya-karya semacam ini dan sama sekali tidak memberikan penilaian terhadap karya-karya tersebut. Alasannya adalah; pertama; Tugas saya selaku juri adalah menyeleksi karya tulis esai dan menentukan mana yang terbaik dari seluruh naskah esai yang diserahkan oleh panitia kepada saya. Kedua; Saya sama sekali tidak memiliki kompetensi yang memadai untuk menilai karya tulis berupa; cerpen, puisi, true story, autobiagrafi.

Adapun peserta yang memilih penulisan karyanya secara formal, lengkap dengan daftar pustaka sebagaimana kebiasaan mahasiswa dalam menuliskan makalah ketika mendapat tugas dari dosen di kampus masin-masing. Beberapa dari peserta yang memilih bentuk penulisan formal ini, cenderung tidak mampu membedakan yang mana karangan esai dan yang mana karya ilmiah.

Beberapa peserta menjebak dirinya pada aturan-aturan ilmiah yang kaku dan sarat dengan “kebenaran objektif” sebagai acuan pendekatan dalam kepenulisan karya ilmiah. Kutipan-kutipan teori (gagasan) pun dicantumkan secara terperinci, bahkan ulasan panjang tentang teori tersebut ikut pula dicantumkan. Padahal jumlah halaman yang ditentukan oleh panitia sangat terbatas.

Kesalahan paling fatal adalah; terlalu banyak mengutip pendapat/rumusan tesis orang lain (tokoh ternama) yang tentunya barangkali dimaksudkan untuk menguatkan opini penulis. Tapi upaya seperti ini justru mencederai orisinalitas gagasan penulis karangan. Terlebih lagi, setelah mencantumkan gagasan orang lain, penulis terkesan sekedar memberi komentar atas gagasan-gagasan kutipannya – Indikasinya; karya lebih tepat sebagai rangkuman atas gagasan orang lain ketimbang sebagai karangan esai. Amat sangat disayangkan. Entah karena terlalu banyak mengutip, atau memang sejak dari awal pengutipan itu lebih berupa saduran dan ringkasan terhadap gagasan-gasan orang lain.

Kekeliruan umum peserta.
Banyak peserta yang terjebak pada kata “rantau” dan melupakan tema pokok (Ada Rindu Yang Patut Diungkapkan) yang disyaratkan panitia. Alhasil hasil, karya para peserta pun sedikit banyak mengupas tentang definisi rantau, suka dan duka merantau, bahkan ada yang mendasarkan pengalaman traumatisnya sebagai kacamata/ sudut pandang penulis dalam membentuk gagasan karya-nya.

Oleh karena kebanyakan naskah yang masuk adalah tulisan dari para perantau (pelajar) yang berasal dari luar pulau Jawa dan tentunya sedang mengenyam studi di Jawa, maka gagasan rural dan urban sangat kental dijumpai hampir disetiap karya para peserta.

Karya-karya yang masuk nominasi peraih juara.
Dari tiga orang juri, terdapat perbedaan menurut urutan nominasi yang diajukan oleh setiap juri. Oleh karena itu kesemua hasil keputusan juri digabung untuk diurutkan kembali sesuai dengan urutan nilai/poin-poin pokok (criteria sebagai juara). Dari ketiga juri yang ada terkumpul sepuluh naskah nominasi peraih juara. Kesepuluh naskah itu adalah;

1. Rinduku Bukan Rindu Biasa
2. Ceritaku
3. Ada Rindu Yang Patut Diungkapkan
4. Status Perantau
5. Berkeliling Kota Jakarta di Hari Libur – Sebagai Prasarana Untuk Menyalurkan Kerinduan Terhadap Kampung Halaman
6. Merantau dan Mudik
7. Filosofi Coto
8. Antara Metropolitan dan Kampungan
9. Kehidupan Rantau Berdampak Sistemik (Refleksi Kehidupan Keluarga bagi Anak Rantau dari Perspektif Ilmiah)
10. Sebuah Janji



Dari sepuluh naskah nominasi diatas, disaring ulang oleh dewan juri untuk menentukan 3 karya pemenang. Urutan pemenangnya sebagai berikut:

Pemenang I : Antara Metropolitan dan Kampungan

Pemenang II : Berkeliling Kota Jakarta di Hari Libur – Sebagai Prasarana Untuk Menyalurkan Kerinduan Terhadap Kampung Halaman

Pemenang III : Sebuah Janji


Selamat bagi para pemenag!......

Sekian dan terimakasih
ANALISA PERUBAHAN KELISTRIKAN BUMI SEBELUM TERJADI GEMPABUMI

OLEH :


SABAR ARDIANSYAH






A.PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Istilah “Prediksi GempaBumi” mengacu pada pengetahuan pada parameter gempa prognosis yaitu lokasi, waktu kejadian dan besarnya. Menurut prognosis waktu, waktu kejadian dibedakan menjadi jangka panjang, menengah dan pendek. Jangka panjang mengacu pada beberapa decade tahun, jangka menengah mengacu pada beberapa tahun dan jangka pendek mengacu pada beberapa bulan. Hingga saat ini penerapan ilmu prediksi gempa bumi masih dalam tahap diskusi dan pengembangan. Artinya belum ada teori mutlak yang membenarkan tentang prediksi gempa bumi. Dalam kesempatan ini penulis mencoba memberikan gambaran hubungan antara gempa bumi dan perubahan sinyal-sinyal kelistrikan bumi sebelum terjadi gempa bumi. Dengan harapan dapat memperluas wawasan kita tentang precursor atau tanda-tanda umum sebelum gempa bumi terjadi.

2. RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah pada penulisan makalah ini adalah apakah ada perubahan kelistrikan bumi disekitar focus gempa sebelum terjadi gempa bumi baik gempa besar maupun gempa-gempa kecil?


3. TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk melihat dan menganalisa perubahan kelistikan pada batuan saat akan terjadi gempa bumi.





B. LANDASAN TEORI

1.TEORI TEKTONIK LEMPENG

Menurut teori tektonik lempeng, kerak bumi terpecah-pecah menjadi beberapa bagian yang kemudian disebut Lempeng (Plate). Terdapat tujuh lempeng besar (Mega Plate), yaitu : Lempeng Eurasia, Lempeng Pasifik, Lempeng Amerika Utara, Lempeng Amerika Selatan, Lempeng Indo-Australia, Lempeng Afrika, dan Lempeng Antartika. Lempeng-lempeng tersebut bergerak dengan arah dan kecepatan yang berbeda antara lempeng satu dengan lempeng yang lainnya. Pergerakan lempeng-lempeng tersebut disebabkan oleh adanya arus konveksi di dalam mantel bumi.

Gambar 2.1 Lempeng Tektonik


Terdapat tiga jalur utama gempabumi yang merupakan batas pertemuan dari beberapa lempeng tektonik aktif, yaitu :

1. Jalur Gempabumi Sirkum Pasifik
Jalur ini dimulai dari Cardilleras de los Andes (Chili, Equador dan Caribia), Amerika Tengah, Mexico, California British Columbia, Alaska, Alaution Islands, Kamchatka, Jepang, Taiwan, Filipina, Indonesia, Polynesia dan berakhir di New Zealand.
2. Jalur Gempabumi Mediteran atau Trans Asiatic
Jalur ini dimulai dari Azores, Mediteran (Maroko, Portugal, Italia, Balkan, Rumania), Turki, Kaukasus, Irak, Iran, Afghanistan, Himalaya, Burma, Indonesia (Sumatra, Jawa, Nusa Tenggara, dan Laut Banda) dan akhirnya bertemu dengan jalur Sirkum Pasifik di daerah Maluku
3. Jalur Gempabumi Mid-Atlantic
Jalur ini mengikuti Mid-Atlantic Ridge yaitu Spits.

2.TEORI ELASTIK REBOUND
Seorang seismolog Amerika, Reid (Bullen, 1965 ; Bolt 1988) mengemukakan suatu teori yang menjelaskan mengenai bagaimana umumnya gempabumi terjadi. Teori ini dikenal dengan nama “Elastic Rebound theory”. Mekanisme sumber gempabumi dapat dijelaskan sebagai berikut, jika terdapat 2 buah gaya yang bekerja dengan arah berlawanan pada batuan kulit bumi, batuan tersebut akan terdeformasi, karena batuan mempunyai sifat elastis. Bila gaya yang bekerja pada batuan dalam waktu yang lama dan terus-menerus, maka lama-kelamaan daya dukung pada batuan akan mencapai batas maksimum dan akan mulai terjadi pergeseran. Akibatnya batuan akan mengalami patahan secara tiba-tiba sepanjang bidang sesar (fault) setelah itu batuan akan kembali stabil, namun sudah mengalami perubahan bentuk atau posisi. Pada saat batuan mengalami gerakan yang tiba-tiba akibat pergeseran batuan, energi stress yang tersimpan akan dilepaskan dalam bentuk getaran yang kita kenal sebagai gempabumi.

Gambar 2.2. Mekanisme gempabumi yang menjadi sumber gempa tekton




3.TEORI DILATANSI
Saat batuan terkena stress akibat gaya-gaya tektonik maka akan timbul retakan-retakan mikro yang mengakibatkan adanya pertambahan volume batuan (ΔV/V). Pertambahan volume batuan inilah yang disebut dengan dilatancy (Reynolds, 1886). Sebagian besar retakan mikro ini berarah sejajar dengan sumbu kompresi maksimum.


Gambar 6. Perubahan parameter fisis batuan granit dengan tekanan kompresi. Data untuk Westerly Granite dibawah tekanan b eberapa kilobar. Data retakan mikro berasal dari Scholz (1976).
Gambar 6 menunjukkan adanya perubahan fisis batuan dibawah tekanan kompresi. Perubahan fisis terlihat dramatis pada 50% dari tekanan total sebelum patah. Proses dilatancy batuan sendiri tergantung dari seberapa basah atau kering batuan tersebut. Model dilatancy dapat diklasifikasikan ke dalam dua jenis yaitu dilatancy basah (dilatancy-diffusion model) dan diltancy kering (dry dilatancy).

3.1. Model Dilatancy Basah (Dilatancy-diffusion Model)

Model Dilatancy-diffusion pertama kali dikemukakan oleh Scholz dkk. pada tahun 1973 dalam tulisannya ”Earthquake Prediction: a physical basis”. Model Dilatancy-diffusion dapat dijelaskan dalam 5 tahap, yaitu:
1. Terjadi peningkatan regangan elastik (elastic strain).
2. Regangan elastik ini menyebabkan batuan mengalami dilatansi (kenaikan volume batuan) saat stress yang bekerja batuan mencapai 50% dari kekuatan batuan tersebut. Muncul retakan-retakan mikro disertai dengan aktivitas gempa mikro.
3. Terjadi perembesan air tanah mengisi celah-celah retakan mikro yang telah terbentuk sehingga terjadi kenaikan tekanan fluida. Hal ini akan menurunkan kekuatan batuan sehingga memfasilitasi patahan.
4. Batuan patah sehingga tekanan fluida dan tekanan tektonik pada batuan dilepaskan.
5. Terjadi aktivitas aftershock.

3.2 Model Dilatancy Kering (Dry dilatancy)

Mogi (1974), Stuart (1974) dan Brady (1974) mengatakan bahwa model dilatancy kering juga dapat diikutsertakan dalam berbagai gejala prekurso gempa bumi. Hal ini hampir sama dengan model dilatancy-diffusion, hanya saja pada tahap ketiga tidak diikuti dengan perembesan air.
Pada tahap ketiga model dilatancy kering dijelaskan dengan adanya pemusatan stress pada daerah yang sangat terbatas. Hal ini menyababkan adanya pengungarangan stress di daerah lainnya kecuali daerah yang terbatas tadi dimana kemungkinan patah terjadi pada derah tersebut.

Pada model dilatancy kering ini cukup bagus untuk menjelaskan dasar fisis yang terjadi pada batuan sebelum terjadi gempa bumi. Namun pada model ini tidak dapat menjelaskan besarnya magnitude berdasarkan lama waktu prekursornya. Hal ini karena rembesan air tidak memegang peranan penting seperti dalam model dilatancy-diffusion.

3.3 Hubungan Model Dilatancy Dengan Beberapa Prekursor Gempa

Model dilatancy telah memberikan kerangka kerja fisis untuk mengetahui perilaku prekursor sebelum gempa terjadi. Dalam model tersebut terdapata perubahan fisis baik dilatancy basah maupun kering. Sehingga terdapat beberapa perubahan yang harus diukur yang telah diprediksikan oleh para seismologis.

Dari gambar 7 dapat dilihat perubahan beberapa parameter fisis yang diperkirakan terjadi pada model dilatancy baik dilatancy-diffusion maupun dilatancy kering.sehingga hal ini mendasari pengukuran beberapa parameter dalam prekursor gempa bumi. Terlihat ada perubahan pada rasio Vp dan Vs, porositas dan emisi gas radon, gerakan vertikal tanah, aktivitas seismik sebelum, saat dan setelah gempa serta adanya perubahan nilai resistivitas atau kelistrikan batuan.




Gambar 7. Model perubahan parameter fisis untuk model dilatancy. (a) model dilatancy basah. (b) model dilatancy kering. [Kasahara, 1981]

C. PEMBAHASAN

1. RESISTIVITAS BATUAN
Seperti yang kita tahu bahwa resisitivitas batuan sangat dipengaruhi oleh kandungan air dalam batuan tersebut. Semakin besar kandungan air maka resisitivitasnya makin kecil. Pada model dilatancy-diffusion sendiri rembesan air sangat memegang peranan penting. Sehingga diperkirakan nilai resistivitas batuan akan mengalami penurunan sebelum terjadi gempa (lihat gambar 7 dan gambar 9). Sedangkan pada model dilatancy kering tidak terjadi penurunan nilai resistivitas batuan.



Gambar 9. Perubahan potensial listrik di satsiun Yang Kou (Δ= 15 km) sebelum gempa Haicheng tahun 1976.

2.CONTOH KASUS DAN ANALISA
Variemezis (1997) menyimpulkan bahwa monitoring rekaman kelistrikan Bumi sebagai prekursor gempa masih memerlukan diskusi yang panjang karena tingkat gempa yang tinggi dari daerah penelitian (Thessaly, Yunani Tengah). Ia menyarankan bahwa sinyal SES harus direkam oleh kelompok VAN pada situs Volos dan pemantauan terkait dengan gempa Aigion (M = 6.2, 1995), mungkin dihasilkan oleh sebuah sumber yang terletak dekat lokasi pemantauan. Sekitar 100 km jauhnya , dengan menganalisa lebih jauh apakah ada korelasinya dengan gempa. (1998) menunjukkan bahwa sumber SES pada tanggal 30 April 1995 yang direkam oleh kelompok VAN sangat tidak mungkin berada di zona hypocentral dari Aigion, Yunani. Gempa bumi pada tahun 1995 yang terjadi, setelah menganalisis sinyal SES yang terekam di daerah Ioannina, Yunani, menyimpulkan bahwa perubahan kelistrikan bumi mungkin berasal dari deformasi batuan. secara fisik, yang dapat menyebabkan perubahan kelistrikan bumi adalah karena adanya perubahan medan listrik di bumi saat batuan mengalami stres. Ini terutama dipicu oleh dilatancy daerah focus gempabumi. Beberapa mekanisme fisik utama yang dapat menghasilkan perubahan arus listrik antara lain sebagai berikut:

a.Model potensial elektrokinetik (Mizutani 1976 Corwin, RF, dan Morrison, HF 1977, Fitterman 1978, Dobrovolsky 1989, Gershenzon 1989 Jerman-shenzon 1990).


Dalam model ini, fenomena-elektrokinetik streaming dipostulasikan sebagai mekanisme fisik potensial yang menghasilkan listrik disebabkan oleh difusi cairan yangb terjadi di daerah focus gempa. Rincian mekanisme ini ditunjukkan dalam gambar berikut :


Gambar.. Skema Diagram lapisan ganda listrik dan profil kecepatan digunakan, dalam kapiler (setelah Mizutani et al) 1976.

E potensi streaming diberikan oleh persamaan:


E = -εζ/ησ


di mana: (σ) dan (P) adalah konduktivitas listrik dan tekanan fluida, (ε) adalah konstanta dielektrik fluida, (ζ) adalah potensial zeta dan (η) adalah viskositas fluida.

Kondisi ini menggambarkan adanya gangguan dari arus listrik oleh anomali resistivitas (Honkura, 1976). Dalam model ini diasumsikan bahwa spasial saat seragam diinduksi dalam dinyatakan, dan bumi diaanggap homogen. Perubahan resistivitas menengah (karena dilatancy di daerah fokus) serta aliran arus seragam.Oleh karena itu, dapat menimbulkan anomali kelistrikan. Perubahan amplitudo dan arah medan magnetotellurik dapat diamati dan dapat digunakan untuk metodologi precursor gempa.

a. Model induksi ionosfer(Meyer, K., dan Teisseyre, R., 1988).

Dalam model ini, ionosfer berasosiasi dan osilasi menginduksi arus di dalam tanah. Bumi potensial dikembangkan (V = I * R) meningkat amplitudo, dampaknya lama kelamaan resistivitas meningkat sebagai akibat dari di daerah dilatant karena proses persiapan yang berlangsung sebelum gempabumi yang kuat. Hasilnya adalah bidang berosilasi dengan amplitudo terus meningkat menuju waktu terjadinya gempabumi dekat. Mekanisme ini disajikan secara skematis dalam gambar berikut :


Gambar. Amplitude Medan listrik meningkat (grafik tengah) Terimbas karena osilasi ionosfir (grafik atas) dan meningkatkan resistivitas (grafik bawah) dari wilayah fokus gempa (Meyer dan Teisseyre, 1988).
Dalam makalah ini, penulis mengambil beberapa contoh kasus hasil rekaman (monitoring) perubahan kelistrikan bumi sebelum terjadi gempabumi. Contoh kasus yang terjadi antara lain :

Gempabumi yang didahului oleh sinyal listrik

Sebuah langkah logis, di samping apa yang telah disajikan dan tentang mekanisme dari preseismic sinyal listrik dan sinyal itu sendiri untuk menyajikan sampel rekaman listrik berkelanjutan di lapangan selama jangka waktu yang agak lama. Dengan cara ini, seluruh masalah normal "medan listrik bumi itu", serta gempa-gempa yang didahului oleh anomaly kelistrikan, akan menjadi lebih jelas.
Presentasi contoh yang khas kelistrikan bumi direkam oleh Athena (ATH), Pyrgos (pyr), Volos (VOL) dan Xios (Hio) yang memantau rekaman yang beroperasi di Yunani. berikut penjelasan untuk setiap gambar yang diberikan dari hasil rekaman :


Gambar. Variasi harian listrik di lapangan (29 Desember 2006), dicatat oleh ATH untuk rekaman 1 hari .
Medan listrik yang tercatat ini dianggap sebagai perubahan kelistrikan bumi yang mendahului gempabumi sebesar 4 SR. perubahan dari kelistrikan bumi sebelum terjadi gempa hanya beberapa milivolt saja. Garis merah menujukkan waktu terjadinya gempa bumi dengan kekuatan 4 SR yang terjadi di Athena 29 desember 2009 pukul 09. 02.01 UTC.
Berikut ini diberikan hasil rekaman kelistrikan bumi untuk jangka waktu tujuh hari.


Gambar. Variasi kelistrikan Bumi selama tujuh hari (10-16 Januari 2007), dicatat oleh ATH.
Dalam hal ini, besarnya bumi yang terjadi adalah sebesar = 4.5 SR ditunjukan oleh garis merah.Jelas bahwa karakter bising/noise meningkat sebagai mana terekam, meningkat dari kiri ke kananr, setelah terjadinya gempa relative kembali mendekati normal. Selain itu, tiba-tiba offset besar medan listrik yang ada di rekaman, dilapiskan beberapa periode yang lebih singkat cepat pulsations listrik (14-15 Januari 2007).
Rekaman untuk jangka waktu lebih lama (tiga puluh (30) hari) disajikan dalam gambar dibawah ini.


Gambar. Rekaman Variasi kelistrikan bumi, untuk jangka waktu lima minggu (16 Desember 2006-17 Januari 2007), oleh stasiun pemantau ATH .
Dalam hal ini, besarnya batas bawah dari gempa bumi ditunjukkan adalah: M = 5,0 R. karakter pasang surut dari osilasi medan listrik bumi ini adalah jelas disajikan, terutama di komponen EW itu. Selain itu, diberikan juga hasil rekaman perubahan kelistrikan bumi dengan catatan yang lebih lama yaitu periode enam bulan. Rekaman itu disajikan dalam gambar berikut :


Gambar.. Variasi perubahan kelistrikan bumi untuk jangka waktu 6 (enam) bulan (18 Juli 2006 - 17 Januari 2007), oleh situs pemantauan AHT.
Dalam hal ini, besarnya batas bawah dari gempa bumi ditunjukkan adalah: M = 5,6 R. anomali besar, diamati, pada awal bulan November 2006, diikuti oleh gempa M = 4.0R yang terjadi sebuah 118 Km jauhnya dari ATH situs lokasi pemantauanSebuah karakteristik yang menarik dari perekaman, dalam presentasi ini, adalah penurunan bertahap medan listriknya amplitudo's Bumi.
Pada gambar dibawah ini, memperlihatkan hasil rekaman anomaly kelistrikan bumin untuk rekaman selama dua belas (12) bulan .Ini mencakup keseluruhan data dari 25 Desember 2005 sampai 17 Januari 2007.


Gambar. Variasi kelistrikan bumi untuk jangka waktu 12 (dua belas) bulan (25 Desember 2005 - 17 Januari 2007), oleh situs pemantau AHT.
Besarnya batas bawah, sebagai M R = 6.0, telah diadopsi dalam kasus ini, untuk menunjukkan gempa bumi. Sebenarnya, salah satu yang ditunjukkan, adalah Kythira Timur, gempa bumi (M = 6.9R) di Yunani. Paruh pertama periode rekaman listrik lapangan Bumi ini kebanyakan stabil, sementara pada babak kedua meningkat secara bertahap diamati. Pada akhir periode ini rekaman, kecenderungan penurunan amplitudo lebih terlihat dalam komponen EW. Akhirnya, seluruh rekaman itu medan listrik bumi disajikan (fig.3.16.6) untuk total waktu pengoperasian ATH situs monitoring (15 April 2003 - 17 January 2007), bahwa hampir selama empat tahun beroperasi.


Gambar Variasi bidang kelistrikan bumi untuk jangka waktu sekitar 4 (empat) tahun (15 April 2003 - 17 Januari 2007), oleh situs pemantau ATH.












D.PENUTUP

1. KESIMPULAN

Dari hasil pemantauan alat pencatat perubahan kelistrikan bumi oleh situs pemantau ATH, memperlihatkan ada perubahan nilai resistivitas/kelistrikan bumi beberapa jam sebelum terjadi gempabumi. Perubahan ini tercatat baik saat akan terjadi gempa-gempa kecil, menengah maupun gempa besar. Perubahan kelistrikan bumi mencapai nilai 12,7 mV (milli volt)

2. SARAN

Melihat adanya perubahan nilai kelistrikan bumi sebelum terjadi gempabumi, sebaiknya data perubahan kelistrikan bumi yang dipantau terus menerus ini bisa dijadikan salah satu rujukan untuk menganalisa precursor gempa.

























E.DAFTAR PUSTAKA


Krisbudianto, Malik “Analisa pola subduksi daerah beBengkulu” tugas akhir 2009 : Jakarta
Dr Thanassoulas, ”Prediksi gempabumi jangka pendek” : 2000
http://http://www.pirba.ristek.go.id/det.php?id=4
http://www.fisikanet.lipi.go.id/utama.cgi?artikel&1030986000&34



PROGRAM PENDIDIKAN DIPLOMA III
JURUSAN GEOFISIKA
AKADEMI METEOROLOGI DAN GEOFISIKA
Juni, 2010

PANTUN KAMPANYE LINGKUNGAN

1. Pulau Dewata pujaan hati
Kita jelajah sampai ke ujung
Jikalau pantai elok nan bersih
Senang dihati pelancong berkunjung.

2. Ke pulau Seribu menggunakan sampan
Kencang terasa angin menerpah
Terumbuh karang harta warisan
Hendak bersama kita menjaga

3. Danau yang indah tiadalah banyak
Danau Ranau aset Sumatera Selatan
Insan bijak tiada merusak
Pesisir pantai kita lestarikan

4. Berlayar sendiri janganlah takut
Hilangkan duka dengan bernyanyi
Tiada dilarang eksploitasi laut
Terumbuh karang lestari, anak cucu nikmati.

RINDUKU BUKAN RINDU BIASA

Layaknya induk elang yang kembali sebelum senja setelah pagi meninggalkan sarang karena rindu kepada sang anak, begitupun pada manusia, rindu akan kampung halaman setelah lama merantau adalah suatu keniscayaan. Rasa rindu terhadap kampung halaman akan semakin besar ketika berpadu dengan rasa ingin tahu terhadap perubahan apa saja yang sudah terjadi di daerah asal yang kita tinggalkan. Rindu akan kampung halaman tempat kita dibesarkan adalah tanda kecintaan kita. Merupakan sifat alami pada manusia memiliki kerinduan terhadap tanah kelahiran. Terlebih bagi seorang mahasiswa perantau, menaru kerinduan terhadap hiruk pikuk kampung halaman, rindu sawah yang hijau, lapangan sepak bola tempat bermain waktu kecil, rindu suasana SD asal, SMP, SMA, serta rindu adik kakak dan orang tua merupakan hal yang sangat manusiawi.
“Aku rindu padamu”. Begitu ungkapan sang suami pada istrinya setelah lama tidak berjumpa. Mengungkapkan rasa rindu juga merupakan hal yang wajar saja. Apalagi jika sudah bertahun-tahun lamanya meninggalkan kampung untuk belajar di negeri orang demi mengejar cita-cita, maka tidak heran bila suata saat kata rindu terucap dari mulut kita. Tidak berlebihan jika Juman Rofarit mengungkapkan “hari-hariku adalah definisi rindu” saat kerinduan sudah menggebu di dalam dada seseorang. Sebagai contoh, hari SENIN beliau definisikan Senantiasa Ingat Namamu, sedangkan hari RABU beliau ungkapkan sebagai Rasaku Bagitu Menggebu, dan hari SABTU beliau definisikan Saat Aku Begitu Terpasung Rindu. Begitulah salah satu cara seseorang mengungkapkan rasa rindunya ketika semakin hari semakin menebal, ini boleh-boleh saja dan masih dalam batas kewajaran.
Pertanyaanya adalah dengan adanya rasa rindu itu apakah kita harus segera pulang untuk melepasnya atau berusaha meredamnya? Keinginan bertemu dengan tanah kelahiran mau tidak mau harus kita redam ketika kepentingan mengejar cita-cita menjadi prioritas paling atas. Banyak cara yang bisa kita lakukan untuk sedikit mengurangi kerinduan yang semakin menebal seiring merayapnya waktu. Aktif diorganisasi kampus, atau kerja sampingan menjadi guru privat bisa menjadi alter natif untuk mengisi waktu luang agar hari-hari yang dilalui tidak dirasa berjalan lambat.
Raga di kampus pikiran di kampung, tidak sedikit dan tidak jarang mahasiswa perantau mengalami hal seperti ini saat mengingat kampung yang ditinggal. Namun, sekali lagi ketika cita-cita menjadi urutan pertama yang harus diraih, semua perasaan itu harus bisa ditepis. Sebaliknya, sebagai insan yang bijak, kita harus mampu mengoptimalkan “energi” rindu tersebut menjadi kekuatan yang luar biasa. Tidak berlebihan jika dikatakan bahwa kerinduan terhadap kampung halaman adalah energi potensial yang bisa dimanfaatkan menjadi motivasi untuk mengejar cita-cita.
Sudah selayaknya, sebagai mahasiswa yang sering disebut sebagai agen perubahan (agent of change) berpikir lebih jauh dan lebih kritis dalam memaknai hakikat rindu yang sebenarnya. Rindu membangun kampung halaman, rindu untuk menjadi orang yang bisa membawa perubahan bagi kampung halaman, rindu memberikan hal-hal baru bagi tanah kelahiran, inilah hakikat rindu yang hendaknya tertanam di dalam dada mahasiswa perantau, mahasiswa yang rela menyebrang pulau untuk mencari ilmu demi membawa perubahan.
Tidak sedikit munculnya perubahan-perubahan besar lahir dari mimpi-mimpi kecil. Tentu kita masih ingat kisah wright bersaudara (Orville dan Wilbur) 1871-1912, mereka bercita-cita maenjadi manusia pertama yang bisa terbang. Mimpi yang menurut sebagian orang pada saat itu tidak mungkin terwujud. Namun, berkat tekad dan sifat pantang menyerah, akhirnya mereka membuktikan. Saat ini, berkat penemuan mereka yang terus dikembangkan, terbang menggunakan pesawat terbang bukanlah hal yang luar biasa. Maka, jangan berhenti untuk mencetuskan ide-ide baru sekalipun itu dianggap mungkin sulit diwujudkan termasuk memiliki mimpi menjadi orang yang membawa perubahan bagi bangsa yang dimulai dari membangun daerah masing-masing.
Kita tentu menyadari realita yang terjadi saat ini, pembangunan di daerah dan di perkotaan tidaklah merata. Tidak meratanya pembangunan disegalah sektor di setiap daerah harusnya manjadi tantangan tersendiri bagi seorang mahasiswa yang peduli terhadap daerah asalnya. Ketika tekad sudah bulat, tidak ada keraguan melangkahkan kaki saat meninggalkan tanah kelahiran ke negeri orang untuk mencari ilmu, sudah selayaknya diimbangi dengan tekad yang luar biasa juga .Tekad yang ditanamkan yaitu tekad suatu saat akan kembali untuk membawa perubahan yang bearti. Sadar atau tidak kita sadari, daerah yang kita tinggalkan selalu merindukan kita, mereka merindukan putra-putra terbaiknya untuk membangun dan membawa perubahan. Oleh karena itu, sudah selayaknya kita juga menyimpan kerinduan untuk mencerdaskan kampung halaman, rindu menyetarakan pembangunan di daerah dengan di perkotaan. Terlebih saat ini, sistem otonomi daerah memberikan kesempatan yang sebesar-besarnya kepada daerah untuk mengolah dan mengembangkan potensi yang ada. Tentunya dalam hal ini arah pembangunan di daerah sangat bergantung pada putra-putra daerah, dengan kata lain nasib daerah kedepan berada di pundak putra-putra terbaik daerah masing-masing.
Sudah sepatutnya, sebagai mahasiswa perantau memiliki pandangan yang sama dan memaknai rasa rindu yang sebenarnya serta mampu mengolahnya menjadi energi yang luar biasa. Mahasiswa perantau harus mampu mengolah rasa rindu menjadi kekuatan dan semangat untuk menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi yang sedang berkembang. Mahasiswa perantau juga harus mampu meredam kerinduan terhadap kampung halaman demi cita-cita mulia untuk membangun bangsa yang dimulai dari daerah masing-masing. Jika tekad ini dimiliki oleh setiap mahasiswa, secara tidak lansung persaingan yang sehat akan terjadi dan akan membawa perubahan yang berarti. Dengan adanya tekad rindu bersaing membangun daerah masing-masing, yang kemudian diwujudkan menjadi tindakan kongkrit, dengan sendirinya akan terjadi pemerataan pembangunan di segalah sektor. Inilah rindu yang sepatutnya diungkapkan oleh mahasiswa perantau ,rinduku bukan rindu biasa. Rinduku adalah rindu untuk mencerdaskan daerah, rindu membawa perubahan, rindu membangun tanah kelahiran.

PADANG, WASPADA GEMPA BESAR...


Sebenarnya gempa “yang ditunggu-tunggu” ada di sebelah barat Kota Padang. Daerah ini merupakan daerah jalur gempa, atau daerah yang banyak terjadi gempa. Namun dalam 40 tahun terakhir tidak terjadi gempa di daerah ini. Artinya terjadi penumpukan tenaga (stress) di daerah ini yang sekali waktu akan dilepaskan.



Hasil plotting gempa-gempa berkekuatan diatas 3.5 SR tahun 1971-2010 menunjukkan daerah yang “sepi gempa” selama 40 tahun ini.
Konon menurut penelitian ahli gempa. Didaerah ini sudah terkumpul tenaga sebesar 8SR. Berdoa saja supaya dilepaskan dikit-dikit. Atau berupa slow quake. Apa itu Slow Quake ? Tunggu nanti dijelaskan di dongeng selanjutnya.
Gambar diatas memperlihatkan segmen-segmen yang ada di sebelah barat Sumatra. Gempa 30 Sept 2009 lalu hanya berkekuatan 7.4. Sedangkan rata-rata segmen ini berkekuatan diatas 8. Dengan demikian masih ada sisa tenaga (stress) yang belum terlepaskan.
Vigny, C. 2009. The Earthquake of Padang, Sumatra of 30 September 2009: Scientific Information and Update. Geoscience Dept., Ecole Normale Supérieure.